Energi nuklir memiliki keunggulan dari kepadatan energinya serta biaya operasinya yang relatif murah dibandingkan dengan sistem-sistem energi lainnya terutama energi fosil. Di sisi lain PLTN secara umum memerlukan biaya kapital yang lebih besar daripada pembangkit-pembangkit lainnya. Permasalahan lain dengan PLTN adalah kekhawatiran yang berlebihan terhadap kecelakaan nuklir dan limbah nuklir sehingga mempengaruhi tingkat penerimaan masyarakat, terutama pasca kecelakaan Chernobyl.
Kecelakaan Chernobyl seperti pisau bermata dua, di satu sisi mempersulit penerimaan terhadap PLTN, namun di sisi lain memicu revolusi dalam perancangan sistem PLTN, sistem keselamatannya, serta sistem penanganan limbahnya sedemikian rupa sehingga pada saat ini sudah muncul sejumlah disain PLTN yang mampu mengatasi berbagai persoalan klasik PLTN secara sangat baik serta meningkatkan daya saing ekonominya ke tingkatan 1.5-3 sen US$ / kwh yang sangat sulit disaingi oleh sistem-sistem energi lainnya. Untuk PLTN konvesional ( PWR dan BWR ) yang ada pun berbagai revolusi penting muncul yang meningkatkan secara signifikan aspek keselamatan, penanganan limbah dan aspek-aspek lainnya.
Sejarah nuklir indonesia dimulai pada tanggal 16 November 1964 ketika ilmuwan-ilmuwan anak bangsa yang dipimpin Ir. Djali Ahimsa berhasil menyeleseikan criticality-experiment terhadap reaktor nuklir pertama Triga Mark II di Bandung. Pada keesokan harinya tertanggal 17 November 1964 Surat Kabar Harian Karya memberitakan soal kedatangan abad nuklir di Indonesia. Kemudian pada tanggal 18 November 1964 Radio Australia mengumumkan bahwa“Indonesia mampu membuat reaktor atom”. Disusul dengan ulasan dua menit oleh “stringer” AK Jacoby yang menulis : Indonesia masuk abad nuklir. Suatu hal yang sungguh membanggakan bahwa di umurnya yang masih 19 tahun, Indonesia berhasil melakukan apa yang negara - negara maju telah lakukan. Inilah bukti bahwa bangsa kita adalah sejajar dengan bangsa lain.
Hari Sabtu, tanggal 20 Februari 1964 reaktor pertama dengan daya 250 kW ini diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia pada waktu itu Ir.Soekarno. Reaktor ini digunakan untuk keperluanpelatihan, riset, produksi radio isotop. Reaktor ini mengalami dua kali pembongkaran untuk mengganti beberapa komponen utamanya pembongkaran pertama pada 1972 dipimpin Sutaryo Supadi dan yang kedua pada 1997 dipimpin Haryoto Djoyosudibyo dan A. Hanafiah.
Reaktor Nuklir Kartini yang berlokasi di Yogyakarta, merupakan Reaktor Nuklir yang dirancang bangun oleh anak bangsa.
Tidak cukup sampai disini pada tahun 1979. Indonesia mengoperasikan Reaktor kartini yang berdaya 100 kw yang didesain dan dirancang bangun oleh putra - putri terbaik bangsa. Pada tahun 1987 di serpong resmi dioperasikan reaktor serpong yang berdaya 30 Mw Pada pertengahan tahun 2000 TRIGA MARK II selesei diupgrade dengan daya 2000 kW, dan pengoperasiannya diresmikan oleh Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri nama reaktor diubah menjadi Reaktor TRIGA 2000 Bandung.
Sadar akan kebutuhan SDM yang mahir dalam Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir yang diperlukan untuk mampu memasuki Industri Nuklir maka pemerintah pada awal tahun 1980-an membentuk Jurusan Teknik Nuklir di Fakultas Teknik Nuklir UGM, Jurusan instrumentasi Nuklir dan Proteksi Radiasi di bagian Fisika UI, serta Pendidikan Ahli Teknik Nuklir di Yogyakarta (sekarang Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir). Namun pada tahun 1997 Program Nuklir Indonesia ( dalam hal ini perencanaan pembangunan PLTN ) berhenti yang salah satunya dikarenakan karena penemuan gas alam di kepulauan Natuna. Ini menyebabkan Jurusan Teknik Nuklir di UGM saat ini sudah berubah dan diganti menjadi Teknik Fisika, sedangkan Jurusan Instrumentasi dan juga Jurusan Proteksi Radiasi dari Bagian Fisika UI, ditutup. Namun saat ini masih terdapat kegiatan pendidikan tentang Iptek Nuklir di ITB sebagai bagian dari Departemen Fisika ITB (S1, S2, S3) dan juga di UGM (S3). Sehingga Praktis hanya di Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir yang menjadi satu - satunya perguruan tinggi yang mencetak tenaga - tenaga profesional di bidang IPTEK Nuklir.
Sadar tidak mampu memenuhi kebutuhan listrik Nasional jika hanya bertumpu pada pembangkit Listrik konvesional maka Pada Tahun 2005 Indonesia kembali menjalankan program nuklir ini. Pada tahun 2006 pemerintah menetapkan Kebijakan Energi Nasional (KEN) melalu Kepres No 5 tahun 2006, yang mengamanatkan bahwa pada tahun 2025, energi terbarukan plus nuklir bisa mencapai kurang lebih 5 persen untuk kebutuhan listrik Indonesia.
Alasan Kenapa Indonesia Tidak Cocok Dengan Energi Nuklir :
- Indonesia berada di jalur cincin api (ring of fire) seperti Jepang yang rentan terhadap bencana gempa dan tsunami.
- Energi nuklir tidak cocok untuk kondisi Indonesia, karena Indonesia adalah negara kepulauan.
- Membutuhkan biaya yang mahal untuk mendistribusikan energi ke seluruh Indonesia karena harus didistribusikan melalui penyeberangan laut.
Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber energi. Sumber energi alternatif yang bisa menggantikan peran nuklir adalah geothermal atau energi panas bumi. Saat ini kapasitas geothermal Indonesia masih di bawah Filipina, yaitu sebesar 2 ribu Megawatt. Jika kapasitas energi geothermal Indonesia ditingkatkan menjadi 4 ribu megawatt, maka Indonesia akan menjadi nomor satu di dunia dalam energy geothermal.
Belum lagi, Indonesia juga kaya dengan potensi tenaga surya dan air. Dirut PLN menyatakan ada lima pulau di Indonesia yang potensial untuk pengembangan energi surya. Tenaga surya ini cukup bersih dan ramah lingkungan dan sangat sesuai dengan kondisi rakyat Indonesia. Hanya saja, kendala pengembangan energy alternative terletak pada kebutuhan biaya yang cukup besar.
Secara lebih umum, sangat penting bagi Indonesia untuk mengembangkan seluruh potensi energinya termasuk berbagai potensi energi alternatif yang ada. Optimasi dilakukan dengan mempertimbangkan kelebihan dan kekurangan masing-masing sistem energi dan kombinasi optimal perlu diputuskan untuk setiap kurun waktu tertentu. Setelah optimasi dilakukan dengan mempertimbangkan segala aspek pertimbangan yang perlu maka selanjutnya diperlukan implementasi yang ketat agar tidak menimbulkan kenaikan biaya-biaya yang tak perlu dan pada akhirnya membebani APBN dan ekonomi nasional.
0 komentar:
Posting Komentar